Awalnya Rumah Tinggal, Disulap Jadi Pusat Kreativitas Anak Pedalaman

Awalnya Rumah Tinggal, Disulap Jadi Pusat Kreativitas Anak PedalamanFoto: Akfa Nasrulhak
Sinar terik matahari siang itu di SDN 26 Sungai Kura Desa Benua Kencana, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat, sama sekali tak menyurutkan langkah anak-anak untuk semangat menari. Riang gembira mereka mempersembahkan tarian khas daerah suku dayak bernama 'Temuai Datai'.

Warga Desa Benua Kencana ini sebagian besar penduduk merupakan Suku Dayak Seberuang, meskipun ada beberapa dari Suku Jawa, Batak, bahkan Sunda. Mereka sangat ramah dan selalu menyambut dengan baik setiap kedatangan tamu yang datang, salah satu lewat tarian penyambutan 'Temuai Datai'.

Salah satu penari, Bella Saphira (15) mengaku dirinya sudah 6 kali tampil dengan membawakan kesenian tradisional khas suku dayak di Kalimantan Barat tersebut. Memang, tarian tersebut biasa ditampilkan untuk penyambutan saja. Gerakannya pun sederhana, diiringi musik yang lemah gemulai dan dilengkapi pakaian adat yang terbuat dari kulit kayu, serta ikat kepala bulu burung besar.


"Ini karena memang bagus, jadi suka dipakai buat penyambutan. Kami rutin latihannya 4 kali dalam seminggu. Sekitar jam 2 di rumah teman saya yang punya lagu, Abel. Ini, namanya Tarian Temuai Datai. Temuai itu artinya tamu, datai itu ya datang, jadi memang tarian ini untuk menyambut tamu-tamu yang datang," ujar Bella saat ditemui detikcom di rumah singgah tersebut, beberapa waktu lalu.

Bermula sejak kelas 6 SD, gadis yang selalu mendapat juara kelas selama bersekolah ini mulai tertarik dengan seni tari. Apalagi, rumah yang ia tinggal sebagai tempat bermalam, sebelumnya tak pernah ada kegiatan untuk mengembangkan bakat. Karena itu, selain terus belajar keras untuk meraih prestasi di bidang akademik, ia juga ingin mengembangkan bakat seni.

Adapun tempat pemondokan alias rumah singgah yang ditinggalinya, dulunya memang dibangun untuk memudahkan para siswa yang bersekolah di SDN 26 Sungai Kura. Jika tak ada rumah singgah ini, mereka harus menempuh jalanan terjal, bahkan berlumpur saat musim hujan dengan waktu tempuh hingga 3-4 jam dengan berjalan kaki.

Menurut mantan Kepala Sekolah SDN 26 Sungai Kura, Fl Yan (78), dulunya rumah tinggal ini hanya beralaskan kayu tanpa diraut terlebih dulu dan beratapkan daun. Meski begitu, rumah tersebut cukup layak untuk hanya sekadar tempat anak-anak menginap daripada harus pulang pergi setiap hari ke rumah mereka di Desa Riam Batu, desa paling ujung di Kabupaten Sintang sebelum Desa Benua Kencana.

"Waktu itu mereka buat rumah dan atapnya dari daun semua. Setiap dua tahun, atap itu harus diganti. Sampai sekarang, asrama ini sudah semakin baik lah. Kalau dulu atapnya daun dan dindingnya bambu, sekarang atapnya sudah seng dan dindingnya papan. Katakan, agak lumayan lah dari dulu tahun 1957," ujarnya.

Rumah Singgah di Desa Benua KencanaRumah Singgah di Desa Benua Kencana Foto: Akfa Nasrulhak

Saat ini, rumah tinggal yang dibangun tersebut tidaklah hanya berfungsi untuk rumah tinggal semata. Pemerintah Desa Benua Kencana bersama dengan masyarakat desa berinisiatif untuk menjadikan rumah tinggal lebih bermanfaat. Dengan menambah fungsi rumah tersebut, inovasi-inovasi yang dikembangkan antara lain menambah ruang pada rumah tinggal sebagai pusat kreativitas bagi anak-anak sekitar.

Suci Wulandari (11) adalah salah satu siswa kelas 6 SDN 26 Sungai Kura, pernah mendapat penghargaan di tingkat kecamatan dari hasil kreasinya yang dibuat di rumah singgah tersebut, yaitu beragam jenis anyaman. Bahan-bahan yang digunakan pun tak sembarang, ia harus mencari pohon bambu dan tanaman resam, atau paku andam ke tengah hutan.

"Ini (bahan-bahannya) dari hutan. Sekitar 3 jam ke sana, waktu itu sama teman saya, Nadia. Berdua aja. Berani lah ke tengah hutan buat nyari ini. Nggak kenapa-kenapa, soalnya ada jalurnya juga kok," ujar Suci sambil memperlihatkan ragam hasil anyamannya.

Suci Wulandari bersama hasil anyamannyaSuci Wulandari bersama hasil anyamannya Foto: Akfa Nasrulhak

Biasanya, di saat waktu santai atau sehabis pulang sekolah, Suci bersama teman-teman membuat aneka anyaman di rumah singgah yang kini dijadikan perpustakaan dan pusat kreativitas tersebut. Setelah mendapat bahan dari hutan, tanaman sejenis akar tersebut harus direndam terlebih dulu. Kemudian, dengan telaten dan hati-hati, Suci mulai meraut duri yang ada dari tanaman tersebut dan kemudian menganyam dengan potongan pohon bambu. Salah satu anyamannya adalah Bubu, sejenis alat untuk menangkap ikan ramah lingkungan di sungai.

"Cara membuat bubu itu pertama kan bahannya dari bambu, bambu itu diraut supaya jadi halus. Kemudian dianyam pakai, resam. Saya hobinya memang buat anyaman, saya belajar ini dari mamah sama bapak. Bapak sama mama juga suka nganyam. Ini pernah dilombain, pertama di Desa Tembak terus ke Kecamatan Tempunak. Jadi juara 2," ujarnya.

Selain Bubu untuk menangkap ikan, Suci pun membuat perlengkapan menangkap ikan lainnya seperti Kemansai, Kebudu, dan juga perlengkapan untuk menaruh padi saat masa panen.


"Kalau biasanya kan pakai karung, orang sini tuh biasa pakai ini buat nyimpan padi. Sama ada juga untuk jemur padi, ini dari tanaman singgang, sejenis pohon asam," ujarnya.

"Ini bisa buat tikar atau buat padi juga. Ini buat dijual juga, harganya ada yang Rp 30 ribu ada yang Rp 50 ribu. Kalau ada yang pesan bisa dibuat," tambahnya.

Gadis kecil yang bercita-cita sebagai guru matematika ini mengaku senang bisa bersekolah di SDN 26 Sungai Kura. Apalagi, didukung dengan perpustakaan dan sanggar kreativitas yang membantu mengembangkan bakatnya.

"Saya sangat senang sekali belajar di sini, bisa belajar sama teman-teman, ada perpustakaan, Bukunya juga cukup lengkap untuk pelajaran . Jadi bisa ngerjain tugas atau PR di sini," ujarnya.

"Saya ingin kerajinan ini bisa dikembangkan, terutama buat bantu mama saya. Harapan saya, mau punya rumah yang bagus, dan air bersihnya juga ada," pungkasnya.

Ke depan, Pemerintah Desa Benua Kencana, bersama Desa Riam Batu akan mengembangkan rumah singgah tersebut agar lebih layak lagi demi mendukung masa depan pendidikan anak-anak. Seperti penyediaan air bersih, hingga Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk penerangan. Adapun sumber dana fasilitas tersebut, akan dialokasikan dari dana desa.

Sebagai informasi, Desa Benua Kencana pada 2019 memperoleh jatah dana desa Rp 842.923.000 dan pada tahun 2018 sebesar Rp 732.388.000 ribu. Hingga saat ini, dana desa telah dianggarkan untuk pembangunan kantor desa, polindes, hingga memberikan insentif kepada guru-guru di Desa Benua Kencana dalam program Kiat Guru. Selebihnya masih fokus untuk perbaikan dan pembangunan infrastruktur dan sarana olahraga desa.

Share:

Recent Posts