Home »
» Cerita Mahasiswa Miskin Gugat Komersialisasi Pendidikan ke MK
Ilusrasi, (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Asa Reza Aldo Agusta untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi pupus. Tingginya biaya pendidikan membuat ia hanya bisa memendam keinginannya itu.
Maklum, Reza berasal dari keluarga sederhana. Orang tuanya hanya bisa menghidupi keluarganya untuk kebutuhan sehari-hari. Sementara untuk uang kuliah, tidak ada alokasi anggaran untuk itu.
Tak bisa kuliah, lepas SMA, Reza memilih untuk bekerja agar bisa menghidupi diri sendiri dan membantu orang tuanya. Reza memilih bekerja di sebuah pabrik otomotif dan menyambi menjadi sopir ojek online.
Namun saat itu keinginannya untuk kuliah terus terpatri. Sambil bekerja, ia mencari informasi beasiswa.
Beasiswa akhirnya didapat sehingga ia bisa kuliah di Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Di kampung, Reza tak hanya belajar namun juga aktif di organisasi kemahasiswaan. Suatu hari ia menemukan pasal tentang pendidikan di UU Perdagangan.
Akhirnya dibantu dengan kenalannya, Reza memberanikan diri untuk mengajukan uji materi ke MK.
"Saya bukan dari keluarga yang mampu sehingga tidak mudah bagi saya untuk mengakses pendidikan," kata Reza di kawasan Jakarta Pusat, Senin (11/2).
Menurut Reza, penempatan jasa pendidikan dalam beleid tersebut menyalahi kodrat pendidikan itu sendiri. Ia menilai pendidikan jadi bersifat terlalu komersial.
"Artinya pendidikan menjadi profit oriented atau komersil, dan yang semestinya adalah bahwa pendidikan itu hak bagi setiap orang dan semua orang berhak mendapat pendidikan, bukan hanya orang yang ekonominya lebih tinggi," kata Reza.
Dalam Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Perdagangan yang digugat Reza, disebutkan bahwa jasa pendidikan termasuk jasa yang bisa diperdagangkan bersama jasa bisnis; distribusi; komunikasi; lingkungan hidup; keuangan; kesehatan dan sosial; rekreasi, kebudayaan, dan olahraga; pariwisata; transportasi; dan jasa lainnya.
Leonard Arpan, kuasa hukum Reza, mengatakan pihaknya setidaknya mengumpulkan lima alasan yang dapat mereka jadikan landasan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pertama adalah frasa 'jasa perdagangan' dalam UU Perdagangan tidak menyebut spesifikasi tertentu sehingga berpotensi terjadi komersialisasi di seluruh sektor pendidikan.
Berikutnya menurut Leonard adalah potensi dualisme dalam pengaturan pendidikan seiring keberadaan UU Sistem Pendidikan Nasional dan UU Pendidikan Tinggi yang sudah ada. Ketiga, pasal bermasalah tadi dapat menimbulkan masalah yang di satu sisi bertanggung jawab mengurusi pendidikan, tapi di sisi lain memperlakukannya sebagai komoditas perdagangan. Poin berikutnya adalah menempatkan pendidikan sebagai barang privat.
"Kelima, membuat pendidikan dasar sebagai barang private berpotensi melepaskan tanggung jawab negara guna melakukan pembiayaan terhadap pendidikan," kata Leonard.
Leonard mengatakan pendaftaran gugatan mereka baru saja diterima oleh MK. Bukti-bukti telah mereka siapkan. Akan tetapi, mereka masih mencari ahli-ahli yang dapat memperkuat uji materi ini.
sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190211142830-20-368209/cerita-mahasiswa-miskin-gugat-komersialisasi-pendidikan-ke-mk
hi.